Social Responsibility

 

  • in-01
  • wordpress slider plugin
  • in-04
in-011 in-022 in-033

CSR

The Enchantment of Tiwingan Sunrise
23 Oct

(Only in Bahasa) Banjarmasin, Kalimantan Selatan kerap dikenal dengan kota seribu sungai. Pasar terapung Lok Ba Intan merupakan salah satu destinasi wisata yang cukup sohor baik di kalangan turis domestik maupun wisatawan mancanegara. Pasar ini merupakan warisan budaya masa lalu yang menahbiskan sungai sebagai urat nadi aktivitas masyarakatnya. Bergeser ke selatan, Ibukota kabupaten Banjarbaru yaitu kota Martapura, terkenal memiliki kekayaan aneka komoditas olahan batu alam yang indah. Intan hingga batu akik kerap jadi oleh–oleh khas dari kota ini selain panganan kerupuk khas hasil olahan ikan yaitu amplang.


Namun siapa sangka, kawasan hulu kota Banjarbaru ternyata menyimpan eksotisme yang masih belum banyak diungkap. Di bagian Timur kota, kawasan perbukitannya menyimpan pesona yang cukup sayang untuk tidak disinggahi. Salah satu puncak bukit yang paling terkenal di kawasan ini dinamakan dengan sebutan Bukit Matang Kaladan. Bukit ini terletak di Desa Tiwingan Lama, Kecamatan Aranio, termasuk di dalam wilayah administratif Kabupaten Banjarbaru. Letaknya berdampingan dengan kawasan waduk Riam Kanan, komplek instalasi pembangkit listrik tenaga air milik perusahaan plat merah, yang menyuplai kebutuhan elektrifikasi masyarakat Banjarbaru dan sekitarnya. 

Untuk menuju kesana, perjalanan darat sejauh 70 km memakan waktu kurang lebih satu jam dari pusat kota Banjarbaru. Sayangnya moda transportasi umum belum menjangkau kawasan ini, sehingga pengunjung harus mengandalkan kendaraan pribadi. Petunjuk arah menuju kawasan wisata juga masih minim, namun akses jalan aspal yang mulus dan hawa yang cukup sejuk dari rindang pohon di sepanjang perjalanan menjadikan perjalanan tetap menyenangkan. Sampai di sana, desa setempat menyediakan parkir kendaraan yang aman dan tarifnya sangat terjangkau. 

Bukit Matang Kaladan menyimpan pesona lanskap yang memukau. Kawasan perbukitan kontras berpadu dengan panorama danau artifisial dan gugusan pulaunya. Di kaki bukit, terdapat desa yang menjadi salah satu sentra pembudidayaan ikan konsumsi (ikan mas dan nila) untuk wilayah Banjarbaru dan sekitarnya. Warga membudidayakan ikan dengan menggunakan keramba apung di tengah danau, ini menjadi salah satu mata pencaharian warga selain menjadi petani pohon karet. 

Pengunjung bisa memilih apakah hendak menikmati panorama di puncak bukit sambil berswafoto ria, atau hanya berkeliling danau dan menikmati pemandangan gugusan pulau dari atas kapal kelotok. Tarif yang dikenakan kepada pengunjung juga cukup terjangkau. Untuk dapat berkeliling danau menggunakan kapal kelotok, pengunjung cukup membayar lima puluh ribu rupiah per orang. Sedangkan untuk memasuki kawasan perbukitan hingga ke puncak, pengunjung akan dikenai tarif tiga ribu rupiah per orang. Untuk menuju ke puncak bukit, ada dua alternatif rute yang dapat dilalui. Alternatif pertama yaitu menggunakan kapal kelotok, baru naik menuju puncak bukit. Rute ini cukup mengasyikkan karena kita akan diajak untuk menyusuri danau dengan riak yang tenang sebelum menjelajah kaki bukit. Sedangkan opsi kedua nampaknya lebih cocok untuk penyuka kegiatan fisik berbalut petualangan. Rute ini mengharuskan pengunjung untuk melakukan “hiking” di sepanjang kaki bukit dengan sudut elevasi hampir mencapai 60 derajat. Di beberapa titik yang cukup sulit untuk dilalui, disediakan tali tambang untuk membantu pengunjung.

Panorama terbaik dari puncak bukit ini tersaji di kala matahari terbit. Kehangatan cahaya jingga sinar mentari di ufuk timur berpadu pendar hijaunya air waduk serupa kilau intan menyajikan pemandangan yang spektakuler. Banyak pengunjung yang sengaja mengejar momen ini sehingga tak jarang di antara mereka memilih untuk bermalam di puncak bukit. Forum desa yang membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan bertindak sebagai pengelola objek wisata ini membolehkan hal tersebut, dengan syarat pengunjung harus tetap menjaga kebersihan dan batas norma kesusilaan. 

Kawasan ini kerap disebut sebagai Raja Ampat-nya Kalimantan Selatan karena kemiripan panoramanya. Namun untuk menjadikan kawasan ini menjadi destinasi wisata favorit, masih banyak hal yang perlu ditingkatkan. Seperti infrastruktur sanitasi untuk pengunjung di atas bukit, fasilitas air bersih, dan beberapa perangkat penunjang lain agar kawasan ini senantiasa bersih dan terawat apik hingga beberapa dekade mendatang. Masih banyak ruang yang bisa dikelola sehingga kawasan ini memiliki daya saing dan bermanfaat dalam meningkatkan pendapatan untuk warga di sekitarnya.