• in-01
  • wordpress slider plugin
  • in-04
in-011 in-022 in-033

Media

Coal Conservation Through Low Rank Coal
30 Jul

(Only in Bahasa) Indonesia relatif kaya akan potensi sumberdaya mineral dan batubara yang bernilai ekonomis tinggi. Kondisi geografis dan kekayaan alamnya memiliki karakteristik pertambangan yang sangat khas. Oleh karenanya, pengelolaan sumberdaya mineral dan batubara haruslah dilakukan secara bijak, hati-hati dan bertanggungjawab sebab tidak terbaharukan. Pengelolaan tambang juga harus memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi bangsa Indonesia melalui penerapan konsep pembangunan berkelanjutan yang didasari aspek konservasi, ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Konservasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kegiatan operasi produksi pertambangan mineral dan batubara.

Hal ini sesuai dengan amanat yang tercantum di dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 3, yang berbunyi: “Bumi, Air dan Kekayaan Alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Atas dasar itu, Direktorat Teknik dan Lingkungan Minerba melalui Subdit Konservasi Minerba ESDM mengadakan pembahasan draft pedoman teknis pengelolaan batubara kualitas rendah pada 2-3 Mei 2018 yang bertempat  di Hotel Royal Amarossa, Bogor. 
Reswara Minergi Hartama melalui anak perusahaannya Tunas Inti Abadi (TIA) dan Mifa Bersaudara hadir pada kegiatan yang bertema “Pengelolaan dan pemanfaatan batubara kualitas rendah dalam rangka penerapan konservasi batubara”.
Beberapa perwakilan dari perusahaan tambang seperti Adaro Indonesia, Kaltim Prima Coal (KPC), Pesona Katulistiwa Nusantara (PKN), Multi Harapan Utama maupun Bara Sentosa Lestari juga hadir di dalam pembahasan pengelolaan kalori rendah. Umumnya perusahaan ini mewakili beberapa tambang yang memunyai cadangan batubara kualitas rendah. Secara definisi dan sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM no 1827 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Konservasi Mineral dan Batubara bahwa batubara kualitas rendah adalah batubara dengan kualitas tertentu yang masih memiliki peluang untuk diusahakan secara ekonomis.
Sesi pertama dibuka oleh narasumber dari Adaro Indonesia yang membahas pendataan batubara kualitas rendah dalam estimasi sumber daya/cadangan. Kemudian Adi Risfandi, KTT PT Mifa Bersaudara mendapatkan kesempatan menjadi narasumber berikutnya yang membahas strategi operasional pengelolaan dan pemanfaatan batubara kualitas rendah dalam rangka penerapan konservasi sehingga bisa berdaya guna dan memberikan manfaat ke berbagai pihak. Mifa sebagai pionir industri tambang di Propinsi Aceh merupakan salah satu dari sedikit dari perusahaan yang mengoperasi tambang batubara kualitas rendah yang berkisar di angka 3200 – 3400 kcal/kg (GAR). 
Sejak beroperasi secara komersial penuh pada 2015 lalu hingga saat ini, Mifa terus berupaya menerapkan kaidah pertambangan yang baik yang memerhatikan aspek konservasi. Peningkatan nilai tambah untuk kualitas batubara atau yang lebih familiar dengan istilah coal upgrading juga sedang dijajaki Mifa dengan beberapa rekan bisnis baik dari dalam maupun luar negeri.
Salah satu hal penting yang ditekankan adalah bagaimana Mifa bisa melakukan perbaikan secara terus-menerus di berbagai sisi sehingga bisa menurunkan biaya operasional secara drastis. Komoditas batubara kualitas rendah masih membutuhkan waktu untuk menjadi komoditas yang bersaing.
Di akhir sesi, apresiasi diberikan oleh Ditjen ESDM melalui Subdit Konservasi Mineral dan Batubara kepada Mifa yang sudah membuktikan pengelolaan batubara kualitas rendah sebagai bagian dari konservasi batubara di Indonesia.