Social Responsibility

 

  • in-01
  • wordpress slider plugin
  • in-04
in-011 in-022 in-033

CSR

Ocean, Lungs of the Earth
30 Jul

(Only in Bahasa) Laut merupakan paru-paru terbesar dunia yang harus dijaga. Potensi laut dalam menghasilkan oksigen lebih tinggi dari daratan dikarenakan luas laut mencapai 70% dari luas permukaan bumi. Oksigen tersebut dihasilkan oleh fitoplankton yang berada di seluruh perairan bumi.

Fitoplankton adalah organisme yang menyumbang 80% kebutuhan oksigen yang ada di bumi ini. dengan kemampuannya berespisari menghasilkan gelembung-gelembun oksigen yang terdapat di dalam laut, oksigen tersebut terlepas ke udara dan menjadi gas yang bisa dinikmati oleh seluruh makhluk hidup yang ada.
Hal ini diungkapkan oleh pakar kelautan dan juga terumbu karang Universitas Lambung Mangkurat Suhaili Asmawi sembari berbuka bersama dengan tim Tunas Inti Abadi di Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada Senin, 28 Mei lalu. Menurutnya, menjaga hutan adalah sesuatu yang sangat penting. Tapi jauh lebih penting menjaga laut atau perairan yang ada di bumi. 
“Jangan beranggapan, hutan saja yang menjadi paru-paru dunia. Laut adalah penyumbang oksigen yang utama. Oleh karena itu kita wajib menjaga ekosistem laut jika ingin mengurangi pemanasan global,” tegasnya.
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem laut yang harus dijaga. Kerusakan terumbu karang akan berakibat banyak sekali. Mulai dari berkurangnya habitat sampai pada hilangnya plankton yang akan berakibat berkurangnya penghasil oksigen bumi. 
Kerusakan terumbu pada awalnya disebabkan oleh penambang terumbu liar dari tahun ke tahun. Karang sangat bagus dijadikan sebagai bahan pondasi atau campuran bangunan. Ia sangatlah kuat. Selanjutnya diikuti oleh berbagai pencemaran akibat aktifitas manusia.
“Dulu, hanya bencana alam yang bisa merusak terumbu karang. Tapi kini, tangan oknum-oknum manusia yang melakukan itu. Termasuk industri pariwisata ikut mendorong kehancuran terumbu, selain dengan penggunaan alat tangkap ikan yang menyalahi aturan,” tambah Suhaili lagi.
Suhaili menjelaskan, tak banyak perusahaan tambang di Kalsel yang melirik untuk melakukan rehabilitasi terhadap terumbu karang. Padahal faktor terbesar kerusakan karang termasuk aktifitas bongkar muat batubara. Selain itu, industri sawit juga menjadi penyumbang penyebab rusaknya karang.
“Banyak yang tidak tahu. Air limpasan dari perkebunan sawit yang disertai dengan berbagai kimia seperti pupuk dan pestisida, menjadi penyebab rusaknya karang dikarenakan pencemaran yang dilakukan. Pemerintah seharusnya tanggap akan hal ini,” jelas Suhaili yang sudah meneliti berbagai lokasi terumbu karang di Indonesia, khususnya di Kalimantan.
Ada miliaran ikan dengan jutaan spesies yang menggantungkan hidupnya kepada terumbu karang. Kalau keberadaannya tak diperhatikan, jangan harap nelayan bisa cari makan. 
Saat ini, Suhaili beserta timnya dari Universitas Lambung Mangkurat, mengembangkan transplantasi terumbu karang untuk memperbaiki atau rehabilitasi karang yang sudah mulai rusak. Transplantasi merupakan upaya cangkok atau pemotongan karang hidup yang dibuihkan di tempat lain.
Transplantasi itu tidak boleh mengambil dari karang yang tumbuh alami, tapi diambil dari karang tanam atau buatan manusia. Itu pun, harus menunggu kelahiran karang yang generasi keempat. Dengan menggandeng TIA, dalam melakukan misi rehabilitasi tersebut, Suhaili melakukan transplantasi terumbu karang untuk pertama kalinya diwilayah TIA sejak 2011.
Lokasi pertamanya adalah terumbu karang Bajangan Atak. Kemudian dilanjutkan ke gugus karang Batu Anjir dan pada 2016, mereka kembali melakukan transplantasi di terumbu karang Bajangan Atak dan Bajangan Sebamban.
Uniknya, tak seperti kebanyakan metode transplantasi yang menggunakan media pipa PVC. Mereka menggunakan media kubus beton untuk menanam potongan karang tersebut. Pasalnya arus laut di Kalsel cukup kuat, sehingga perlu media yang kokoh agar anakan karang tidak terbawa gelombang.
Soal waktu penanaman, dibutuhkan kurang lebih dua tahun untuk melihat hasil dari karang yang ditanam. Terkait perawatan, transplantasi sangatlah mudah dan tak memakan biaya besar.
“Ibarat kita tinggal cabut lalu tanam. Setelah itu biarkan saja. Mungkin kalau musim hujan kita perlu sedikit bersihkan sendimen atau lumpur yang menempel. Tapi kalau musim panas, kita hanya tinggal mengecek. Soal biaya, paling tidak yang dibutuhkan hanya biaya penyelaman. Selebihnya biarkan saja alam yang merawat,” beber Suhaili.
Terumbu karang, yang merupakan rumah dari berbagai jenis ikan, adalah potensi alam yang dimiliki oleh Kalsel. Potensi ini belum banyak diketahui oleh publik secara nasional maupun Internasional. Ia memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan terumbu karang lainnya di berbagai wilayah Indonesia. Terumbu karang Kalsel tersebar di pesisir Selatan dan Timur daratan Pulau Kalimantan serta di pulau-pulau kecil dalam wilayah Kotabaru dan Tanah Bumbu.
Kabupaten Tanah Bumbu sendiri, memiliki garis pantai sepanjang 158 km dengan luasan terumbu karang kurang lebih 330 Hektare.